Rabu, 22 Agustus 2007

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Pemberdayaan masyarakat di bidang pertanahan perlu dilakukan untuk mengantisipasi transformasi masyarakat, dari masyarakat yang pasif menuju masyarakat yang proaktif (dan kritis). Pemberdayaan masyarakat mengusung ide partisipatoris dalam pengelolaan pertanahan, untuk memberi kesempatan berkontribusi secara lebih luas kepada masyarakat. Dengan kata lain, terjadi proses pelibatan masyarakat dalam berbagai aspek pengelolaan pertanahan dengan skala yang semakin meluas.
Untuk itu pengelolaan pertanahan harus realistik namun tetap dalam frame nasionalis-populis, sebagai format antisipasi fakta kekinian pertanahan di Indonesia. Pengelolaan pertanahan tersebut memiliki ciri-ciri: Pertama, memiliki semangat emansipatori. Kedua, bertujuan mensejahterakan masyarakat. Ketiga, memiliki instrumen fisik dan non fisik yang memadai. Keempat, pengelolaan pertanahan diarahkan pada pemanfaatan konsepsi dan teknologi tepat guna, yang sedapat mungkin juga bersumber lokal (konsepsi/teknologi lokal). Kelima, memanfaatkan konsepsi social engineering (rekayasa sosial) untuk membangkitkan motivasi masyarakat dalam berpartisipasi. Keenam, adanya sinergi antara Badan Pertanahan Nasional dengan Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia dalam pengelolaan pertanahan. Ketujuh, mengkondisikan sifat proaktif PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah) dan Surveyor Berlisensi dalam memberi pelayanan terbaik pada masyarakat. Kedelapan, pengelolaan pertanahan dilaksanakan berdasarkan Hukum Tanah Nasional yang bersifat unifikatif namun memiliki ruang pluralitas (bagi hukum adat).

Tidak ada komentar: