Rabu, 27 Januari 2010

UNDANG - UNDANG POKOK AGRARIA (UUPA)

Banyak pihak mensyukuri kehadiran UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria) sebagai undang-undang yang paling membela rakyat (populis), setelah UUD (Undang - Undang Dasar) Tahun 1945. Hanya saja di masa Orde Baru, UUPA justru dijadikan alat oleh Rezim Orde Baru, dengan cara memberi makna menyimpang pada setiap ayat dari undang-undang yang sesungguhnya populis ini.
Pada masa Orde Baru, istilah "kepentingan nasional" dimaknai sebagai "kepentingan negara" yang dijalankan oleh "pemerintah", khususnya oleh "pejabat pemerintah" yang merupakan instrumen penegak Orde Baru. Oleh karena itu, "kepentingan nasional" adalah kepentingan para pejabat Orde Baru. Pada masa itu sulit memisahkan kepentingan nasional dengan kepentingan dan keuntungan pejabat Orde Baru.
Pengelolaan tanah di masa Orde Baru adalah "untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat", yang karenanya perlu di dukung oleh investor yang akan memakmurkan rakyat. Selanjutnya, agar investor dapat optimal memakmurkan rakyat, maka para investor harus dimakmurkan terlebih dahulu. Maka dari itu, Negara wajib memberikan segala fasilitas pada investor, agar mereka dapat optimal memakmurkan rakyat. Bila ada rakyat yang belum sejahtera (masih miskin) maka dibutuhkan kesabaran, karena investor sedang dalam tahap memakmurkan dirinya sendiri terlbih dahulu, untuk sesudah itu dapat memakmurkan rakyat (secukupnya dan bila sempat).
Dengan demikian untuk mendukung kepentingan nasional, maka dilakukan beberapa langkah mulia, sebagai berikut:
Pertama, menjadikan kepentingan nasional berada dalam kerangka pembangunan, agar pelepasan tanah rakyat dapat semakin mudah, sehingga investor dapat semakin memakmurkan dirinya (untuk kemudian memakmurkan rakyat).
Kedua, meninjau ulang pengakuan legal atas tanah rakyat, karena akan mempersulit investor dalam memperoleh tanah.
Ketiga, menyadarkan masyarakat tentang mulianya penggusuran, urgennya pembangunan, dan baik hatinya para pejabat Orde Baru.
Inilah sekelumit tipudaya Rezim Orde Baru yang telah memperalat UUPA bagi kepentingan dzalimnya. Semoga tidak ada lagi rezim yang identik dengan Rezim Orde Baru di masa kini. Semoga segenap pegiat, peneliti, akademisi, dan masyarakat pertanahan Indonesia semakin cerdas dalam mengenali dan mengeliminasi anasir-anasir pendompleng (penunggang) pelaksanaan UUPA. Semoga Allah SWT berkenan...

Selasa, 12 Januari 2010

JENIS DUPLIKASI PENELITIAN

Secara metodologis tidak semua duplikasi penelitian dilarang, melainkan adapula beberapa jenis duplikasi penelitian yang masih dapat ditolerir, terutama untuk penelitian level Strata-1 (skripsi). Hanya saja ketika melakukan duplikasi, seorang peneliti tetap harus memperhatikan prinsip penelitian, yaitu: cerdas, kreatif, fokus, dan proporsional. Duplikasi yang sangat "diharamkan" dalam penelitian adalah duplikasi yang bersifat plagiasi, yaitu penjiplakan, pengambilan, dan pengajuan penelitian pihak lain, yang diakui sebagai penelitian seorang peneliti (plagiator).
Sementara itu, duplikasi yang masih dapat ditolerir untuk penelitian pada level Strata-1 adalah: Pertama, inter-tekstualitas, yaitu keterkaitan antara tulisan yang dibuat saat ini dengan tulisan yang dibuat sebelumnya. Kedua, replikasi, yaitu pengulangan suatu penelitian dengan tema-tema tertentu, pada lokasi, waktu, dan metode penelitian yang berbeda. Ketiga, epigon, yaitu penelitian yang dilakukan dengan meniru tema, gaya bahasa, dan orientasi budaya penelitian sebelumnya, bagi penelitian yang dilakukan pada obyek yang berbeda.
Demikianlah kelonggaran (toleransi) yang diberikan secara metodologis bagi para peneliti level Strata-1. Oleh karena itu, tiada kata lain bagi peneliti level Strata-1, selain kata "happy". Tepatnya, "Don't worry, be happy! friend..."