Rabu, 29 Agustus 2007

KEPERCAYAAN DALAM PENSERTIPIKATAN TANAH

Kota-kota di Indonesia yang baru mulai berkembang, pada umumnya memperlihatkan ciri bauran antara kolektivisme desa dengan individualisme kota. Pada kota-kota jenis ini kepercayaan merupakan modal sosial bagi siapapun yang ingin beraktivitas. Kekentalan kolektivisme desa yang berbaur dengan kekentalan individualisme kota menjadi locus uji bagi kepercayaan. Dengan demikian kegiatan pensertipikatan tanah yang dilakukan pada kota-kota jenis ini mempersyaratkan kepercayaan, bagi keberhasilan kegiatan tersebut.
Kepercayaan adalah sebuah sikap yang diekspresikan oleh anggota masyarakat (atau pihak-pihak yang berkepentingan), sebagai akibat dari adanya harapan-harapan bagi terselenggaranya keteraturan, kejujuran, dan perilaku kooperatif dalam suatu penyelenggaraan kegiatan, yang didasarkan pada nilai-nilai yang berlaku. Dalam konteks ini masyarakat tidak akan berpartisipasi, bila mereka tidak percaya dengan kegiatan pensertipikatan tanah.
Agar masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi terhadap kegiatan pensertipikatan tanah, maka Kantor Pertanahan perlu: Pertama, menyelenggarakan pensertipikatan tanah secara teratur, tertib, atau prosedural sesuai dengan SPOPP (Standar Prosedur Operasi Pelayanan Pertanahan). Kedua, adanya kejujuran atau obyektivitas yang diperlihatkan oleh petugas Kantor Pertanahan ketika berinteraksi dengan masyarakat. Ketiga, adanya perilaku kooperatif (mampu bekerjasama dalam koridor peraturan perundangan yang berlaku) yang diperlihatkan oleh petugas Kantor Pertanahan, sehingga dapat membantu masyarakat secara optimal.

1 komentar:

FCM mengatakan...

Saya memiliki sebuah pemikiran tentang sertipikat. Sebuah produk pelayanankah? Atau sekedar komoditas bagi oknum tertentu.
Dua pertanyaan tersebut bisa dijawab dengan mencermati fenomena larisnya sertipikasi di kota2 besar dan tidak diminatinya sertipikasi di desa2 terpencil (meskipun gratis).
Kapan2 pengen buat tulisan topik tsb.
(murid bapak, fahmi)