Saya adalah dosen pada STPN (Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional) yang beralamat di Jalan Tata Bumi Nomor 5 Yogyakarta. Saya juga mengajar (Sosiologi Dakwah) di Pesantren Mahasiswa Takwinul Muballighin, yang beralamat di Desa Condong Catur, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Saya juga pernah menjadi anggota Tim Ahli Pertanahan dan Pemetaan Kota, Dinas Pertanahan dan Pemetaan Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005.
Berdasarkan kompetensi saya, saya berupaya mengembangkan Sosiologi Pertanahan di STPN, dan mengembangkan Sosiologi Dakwah di Pesantren Mahasiswa Takwinul Muballighin.
Saya memiliki seorang istri bernama Rahimah Ipa Lubis yang selalu mendukung kegiatan saya. Saya juga memiliki ayah, Untung Suharjo (almarhum), dan ibu (Sukartini). Selain itu, saya memiliki ayah mertua, Kasim Manan Lubis (almarhum), dan ibu mertua (Nurjani).
Sosiologi dapatlah dianalogikan sebagai "pisau bedah", di mana penggunanya dapat "membedah" berbagai permasalahan sosial (kemasyarakatan) yang dihadapinya (dihadapi masyarakat) untuk dicarikan solusinya. Ada beraneka-ragam perspektif dalam sosiologi yang dikembangkan oleh para sosiolog (ahli/penggemar sosiologi), yang masing-masing berguna untuk melihat suatu masalah secara lebih jelas/fokus. Ketika berbagai fokus telah dihimpun, saat itulah suatu masalah mendapat kajian komprehensif, sehingga berpeluang dapat diselesaikan secara komprehensif pula. Sebagai contoh sosiologi interpretatif, perspektif ini akan mengkaji suatu masalah dengan memperhatikan nilai-nilai yang dipraktekkan oleh masyarakat yang telah mengakibatkan terjadinya masalah tersebut. Solusi dirancang dengan mengidentifikasi nilai-nilai yang menimbulkan masalah, untuk kemudian dilakukan perbaikan berupa rekonstruksi nilai. Sebagai ilmu yang mengkaji masyarakat, sosiologi memiliki sosiolog yang memiliki konsepsi tentang masyarakat. Hanya saja karena banyaknya sosiolog, maka konsepsi tentang masyarakat juga beraneka-ragam. Para pengguna sosiologi tidak perlu bingung dengan fenomena ini, melainkan justru layak bergembira karena ia memilki sekian banyak alternatif konseptual tentang masyarakat.
ATHENA CODE
Plato (kiri) dan Aristotle (kanan)
FEEDJIT Live Traffic Feed
SOSIOLOG AWAL: IBNU KHALDUN
George Ritzer dan Douglas J. Goodman dalam "Modern Sociological Theory" (2003) menjelaskan, bahwa ada kecenderungan masyarakat dunia untuk menganggap sosiologi sebagai fenomena Barat. Padahal sesungguhnya Abdulrahman Ibnu Khaldun (1332-1400) telah sejak lama mengajarkan ilmu tentang masyarakat kepada para mahasiswa atau santrinya di Universitas Al Azhar, Mesir, yang merupakan universitas tertua di dunia. Barulah kemudian pada tahun 1842 Auguste Comte (1798-1857) memberi nama bagi ilmu tentang masyarakat ini dengan sebutan "sosiologi". Pendapat yang senada dengan George Ritzer dan Douglas J. Goodman disampaikan oleh Bjorn Eriksson (1993), yang menolak anggapan, bahwa Auguste Comte adalah "Bapak Sosiologi".