Jumat, 15 Agustus 2008

NEO LIBERAL AGRARIA

Saat ini banyak negara-negara di belahan dunia bagian selatan (termasuk Indonesia) menerapkan paradigma neo liberal dalam pengelolaan sumberdaya agrarianya. Paradigma ini telah menimbulkan banyak masalah di pedesaan, ketika terjadi proses deagrarianisasi, yaitu tercerabutnya petani dari aktivitas pertanian. Kalaupun tetap bertahan di pertanian, maka mereka yang marginal mengambil posisi hanya sebagai buruh tani. Sementara itu, tenaga kerja yang berharap dapat ditampung di sektor industri harus kecewa, karena adanya pembatasan dan keterbatasan sektor industri.
Sedikit banyak hal ini dipengaruhi oleh globalisasi neo liberal yang menghasilkan perubahan, berupa: Pertama, adanya tatanan yang berlaku umum di desa-desa (beberapa pakar menyebutnya mc-donaldisasi, atau penyeragaman "rasa"). Kedua, pembentukan kembali format produksi di desa-desa dalam berbagai tingkatan. Ketiga, munculnya bentuk-bentuk ikutan dari sektor ekonomi di desa-desa.
Pada gilirannya, neo liberal agraria telah memperkuat ketidak-setaraan akses terhadap tanah. Hanya mereka yang berada pada posisi kuat secara ekonomi, yang dapat dengan mudah mengakses tanah, dan mengambil manfaat dari tanah yang berhasil diaksesnya. Hal inilah yang mengakibatkan desa-desa masa kini menjadi lebih miskin dari sebelumnya, terutama pada desa-desa agraris.