Sabtu, 28 April 2012

PERLAKUAN DISKRIMINATIF


Dalam Prinsip Kedua dari “Empat Prinsip Pertanahan” dinyatakan, “Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah.” Kata kunci dari prinsip ini adalah keadilan, yang berkaitan dengan tiga hal penting, yaitu: perilaku, hukum, dan penegak hukum.

Agar pengelolaan pertanahan dapat mewujudkan keadilan, maka diperlukan: Pertama, adanya perilaku para pihak (masyarakat dan pemegang otoritas) yang fair dan bermoral baik.

Kedua, adanya hukum yang diberlakukan secara prosedural (memenuhi asas legal drafting) sehingga mempunyai kekuatan berlaku, mengikat, dan memaksa, dengan substansi yang tepat secara sosial (social accuracy).

Ketiga, adanya penegak hukum yang ber-track record baik, sehingga berpeluang untuk menerapkan nilai-nilai keadilan secara adil.

Prinsip Kedua dari Empat Prinsip Pertanahan ini dapat dimaknai oleh kantor pertanahan sebagai keharusan untuk menerapkan kebijakan yang “diskriminatif”, terutama kepada masyarakat yang tergolong lemah kemampuan ekonominya. Ukurannya secara kualitatif adalah keseimbangan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah, yang juga akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Upaya yang dapat dilakukan oleh kantor pertanahan, antara lain memberikan pelayanan pensertipikatan tanah dengan treatment khusus kepada golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah. Dengan demikian tercipta keadilan dalam hal penguasaan dan pemilikan tanah, di mana anggota masyarakat yang kaya dan miskin sama-sama dapat memperkuat asset-nya melalui pensertipikatan tanah, terutama untuk mengamankan asset-asset tersebut dari gangguan pihak ketiga.

Pensertipikatan tanah juga dapat membuka akses permodalan bagi pemilik tanah, sehingga ia dapat menggunakan tanah dalam format yang paling menguntungkan baginya. Masyarakat dapat saja berpandangan, bahwa untuk mewujudkan keadilan, kantor pertanahan seharusnya memberi perlakuan khusus dalam pensertipikatan tanah bagi masyarakat yang tidak mampu.

Sesuatu dinyatakan adil, bila masing-masing pihak mendapat ”instrumen” mendasar dalam memperjuangkan kontribusi terbaiknya. Masyarakat yang tidak mampu, akan optimal dalam memberikan kontribusinya, bila diberi instrumen berupa sertipikat tanah, yang akan dapat membuka akses permodalan baginya. Untuk itu diperlukan perlakuan diskriminatif dalam hal pensertipikatan tanah, di mana masyarakat yang kurang mampu mendapat kemudahan berupa biaya yang relatif rendah.

Keadilan pertanahan bukan berarti sama rasa sama rata, melainkan adanya upaya penguatan bagi yang tak berkemampuan, agar lebih banyak pihak yang memiliki kemampuan. Untuk itu perlu ada bantuan bagi yang tidak mampu. Dengan kata lain, harus ada perlakuan khusus bagi yang tidak mampu. Apabila hal ini dapat dilakukan (ada bantuan bagi yang tidak mampu), maka tidak akan ada konflik pertanahan antara yang memiliki kemampuan dengan yang tidak memiliki kemampuan. Usaha ini dimaksudkan sebagai penguatan atau peningkatan kesejahteraan seluruh masyarakat, baik yang mampu maupun yang tidak mampu.

Perbedaan di masyarakat, antara kelompok yang mampu (kelas atas) dengan kelompok yang tidak mampu (kelas bawah) haruslah dijembatani dengan berbagai program atau aktivitas pertanahan. Tujuannya adalah memperkuat yang lemah, dan menyadarkan yang kuat agar berkenan memperkuat yang lemah. Titik temu antara kelompok yang kuat dengan yang lemah adalah ”kemampuan”.

Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Sabtu, 21 April 2012

KINERJA PEMERINTAH DAERAH


Dalam konteks peran pemerintah daerah dalam mensejahterakan masyarakatnya, maka bidang-bidang tanah yang perlu mendapat perhatian adalah bidang-bidang tanah yang berada di perbatasan wilayah daerah tersebut.

Hal ini penting, karena masyarakat seringkali cemburu dengan pemerintah daerah yang berbatasan, yang sangat memperhatikan infra struktur, sehingga daerah di wilayah tersebut lebih maju.

Infra struktur yang dibangun oleh pemerintah daerah yang berbatasan akhirnya akan menggulirkan kegiatan ekonomi di daerah yang berbatasan, yang memberi ruang bagi masyarakat untuk beraktivitas ekonomi, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraannya.

Agar tidak kalah bersaing dengan pemerintah daerah yang berbatasan dalam memperebutkan hati masyarakatnya, sudah selayaknya pemerintah daerah membantu pensertipikatan tanah masyarakatnya, yang berada di wilayah perbatasan. Dengan demikian pemerintah daerah dapat menumbuhkan citra positif di hadapan masyarakat.

Citra positif tentang kinerja pemerintah daerah akan terbangun di masyarakat melalui dua frame, yaitu frame publik, dan frame ide. Frame publik dapat memberi ruang bagi citra positif, bila pemerintah daerah dapat memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang dapat diterima oleh pikiran atau rasionalitas masyarakat.

Sementara itu, frame ide dapat memberi citra positif, bila pemerintah daerah dapat memperlihatkan pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku yang dapat tergambar dengan jelas dalam pikiran (mind) dan hati (heart) masyarakat. Pada kondisi ini dapatlah dikatakan, bahwa pemerintah daerah telah berhasil merebut mindshare dan heartshare masyarakat.

Hal lain yang lebih penting dari sekedar citra positif, adalah adanya peluang, bahwa pensertipikatan tanah (termasuk di wilayah perbatasan) akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ketika masyarakat mampu mengakses modal. Hal ini berpeluang menciptakan atau mengembangkan usaha pertanian atau non pertanian, sehingga akhirnya akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kantor pertanahan perlu mendapat dukungan pemerintah daerah dalam melakukan pensertipikatan dengan biaya murah, yaitu: PRONA. Meskipun pada beberapa kesempatan, masyarakat yang kurang mampu masih mendapat bantuan dari BKK (Badan Kredit Kecamatan), untuk dapat menjadi peserta PRONA.

PRONA yang oleh masyarakat sering diterjemahkan sebagai pensertipikatan tanah secara massal dengan biaya murah, merupakan sesuatu yang sangat penting. Menurut masyarakat, PRONA sangat penting dalam mengembangkan sektor andalan yang ada di wilayah mereka, seperti jasa dan industri rumah tangga (misal: gula kelapa).

Sebagaimana diketahui industri rumah tangga megalami kesulitan permodalan, sehingga cenderung berat dan mengancam keberlanjutan. Oleh karena itu, sertipikat tanah sebagai instrumen dalam mendapatkan modal merupakan basis perjuangan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saat itulah sertipikat tanah difungsikan sebagai agunan kredit oleh masyarakat.

Dengan memperhatikan fakta lapangan tentang pemaknaan upaya meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat (rakyat) dalam konteks pertanahan, diketahui bahwa sebagaimana penerapan prinsip pertanahan, maka peningkatan kesejahteraan atau kemakmuran masyarakat membutuhkan keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif, nilai luhur, nilai keadilan, dan profesionalisme.

Sebagai contoh dibutuhkannya perilaku kooperatif adalah ketika kantor pertanahan melaksanakan PRONA. Saat itu masyarakat dan kantor pertanahan bekerjasama dalam mensukseskan kegiatan tersebut, sesuai dengan peran masing-masing.

 Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...

....

Sabtu, 14 April 2012

PANDANGAN TENTANG KESEJAHTERAAN


Sebagaimana diketahui Prinsip Pertama, dari “Empat Prinsip Pertanahan”, adalah: “Pertanahan harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat.”

Ada dua kata kunci utama yang terdapat pada prinsip ini yang sesungguhnya identik, yaitu:  kesejahteraan dan kemakmuran, yang berkaitan dengan suatu kondisi ketika seseorang, atau suatu masyarakat memiliki sesuatu yang bernilai tinggi.

Ketika tanah difahami sebagai sesuatu yang berpeluang memperoleh nilai sosial, ekonomi, politik, dan budaya yang tinggi, maka kepemilikan atas tanah merupakan langkah awal dalam menapaki anak-anak tangga kesejahteraan atau kemakmuran.

Oleh karena telah difahami, bahwa instrumen pemberi kontribusi bagi kesejahteraan adalah penggunaan dan pemanfaatan tanah, maka peluang bagi masyarakat untuk menggunakan dan memanfaatkan tanah merupakan langkah penting menuju ”area” kesejahteraan atau kemakmuran. Dengan demikian sudah selayaknya masyarakat mendapat peluang optimal untuk dapat memiliki, menguasai, menggunakan, dan memanfaatkan tanah.

Ketika secara historis telah diketahui kepemilikan seorang anggota masyarakat terhadap sebidang tanah, maka pengelola pertanahan wajib memberi kontribusi, yang berupa penguatan status kepemilikan. Saat itulah terjadi tranformasi dan perluasan status kepemilikan atas sebidang tanah, dari status historis dan sosial menjadi dan meliputi status hukum (yuridis).

Prinsip Pertama dari Empat Prinsip Pertanahan ini dapat dimaknai oleh kantor pertanahan sebagai keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ukurannya secara kuantitatif adalah menurunnya angka kemiskinan, dan secara kualitatif adalah ketika keluarga-keluarga di wilayah kerja kantor pertanahan dapat memenuhi kebutuhannya, terutama: (1) pangan atau bahan makanan, (2) sandang atau pakaian, (3) papan atau tempat tinggal, dan (4) biaya pendidikan anak.

Upaya yang dilakukan oleh kantor pertanahan, antara lain berupa pensertipikatan tanah, yang dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui terbukanya akses permodalan dengan menjadikan sertipikat tanah sebagai agunan. Modal yang didapat, selanjutnya digunakan untuk melakukan usaha (pertanian atau non pertanian), untuk meningkatkan pendapatan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan masyarakat tidaklah selalu berkaitan dengan uang, meskipun disadari bahwa segala sesuatu memerlukan uang. Kesejahteraan masyarakat dapat pula dikaitkan dengan suatu kondisi ketika masyarakat mengalami kemajuan dalam tatanan sosial, hukum, budaya, dan politik. Ketika tertib sosial terbangun melalui ketepatan status kepemilikan, di mana masing-masing anggota masyarakat terdorong untuk saling menghormati atas kepemilikan masing-masing anggota masyarakat atas tanah, maka saat itu dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Demikian pula, ketika tertib hukum terbangun melalui ketepatan status kepemilikan, di mana masing-masing anggota masyarakat mengetahui tentang hak dan kewajibannya sebagai pemegang hak atas tanah, maupun sebagai pihak lain, maka saat itu dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Hal yang sama juga terjadi, ketika tertib budaya terbangun melalui ketepatan status kepemilikan, di mana terjadi penguatan tradisi dalam masyarakat untuk bersama-sama saling menjaga kepemilikan atas tanah, maka saat itu dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Tidak luput pula suatu kondisi, ketika tertib politik terbangun melalui ketepatan status kepemilikan, di mana masyarakat memberi ruang aspirasi yang memadai bagi pemegang hak atas tanah, terutama bila akan diputuskan suatu kebijakan yang berhubungan dengan kepemilikan atas tanah, maka saat itu dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selain itu, juga terbuka pandangan yang lain tentang peningkatan kesejahteraan, yang berpandangan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan, kantor pertanahan harus lebih gencar melaksanakan pensertipikatan tanah berbiaya murah, misal: PRONA atau yang semacam itu.

Bila tanah telah bersertipikat, maka masyarakat berpeluang mendapatkan kredit dari bank untuk modal usaha, baik pertanian maupun non pertanian. Modal yang cukup, akan memberi sekala usaha yang cukup, yang pada gilirannya akan menciptakan usaha yang menguntungkan.

Keuntungan ini menjadi pendapatan masyarakat, yang berkaitan erat dengan kesejahteraan masyarakat. Jika ada perubahan dalam akses permodalan, termasuk jika ada perubahan modal (semakin besar), dan sekala usaha (semakin besar), maka keuntungan atau pendapatan masyarakat juga berubah (semakin besar). Perubahan ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Minggu, 08 April 2012

MEMAKNAI PRINSIP PERTANAHAN

Adakalanya kegiatan pensertipikatan tanah yang dimasukkan dalam kerangka atau frame PPAN (Program Pembaharuan Agraria Nasional) mengalami kesulitan dalam mencari lokasi, karena masyarakat menolak mengikuti program tersebut. Penolakan dilakukan karena masyarakat berkeberatan dengan adanya penarikan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan), ketika mereka mengikuti program ini.


Bagi masyarakat, adanya BPHTB memberatkan. Meskipun berdasarkan ketentuan Menteri Keuangan tersedia potongan BPHTB, hingga masyarakat hanya membayar nilai minimal, yaitu 25 % dari nilai BPHTB yang ditetapkan.


Kendala lain adalah adanya kekhawatiran kepala desa, bahwa bila tanah telah bersertipikat maka pemerintah desa tidak lagi dilibatkan dalam pengurusan selanjutnya. Menurut pemahaman beberapa kepala desa, bila tanah telah bersertipikat maka masyarakat lebih senang mengurusnya melalui PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).


Bila ini terjadi, maka pemerintah desa tidak lagi dilibatkan, yang akibatnya pemerintah desa tidak dapat lagi menarik pungutan (misal: pologoro) kepada masyarakat. Padahal menurut beberapa kepala desa penarikan pologoro kepada masyarakat merupakan sesuatu yang penting, karena merupakan salah satu sumber pendapatan desa.


Setelah kendala tersebut dapat diatasi, maka langkah selanjutnya adalah memaknai prinsip pertanahan. Sebagaimana diketahui prinsip pertanahan perlu dimaknai sebagai berikut:


Pertama, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan keteraturan, dengan menerapkan peraturan perundang-undangan bidang pertanahan secara tertib.


Kedua, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan kejujuran aparat pertanahan, dengan mencegah kebohongan dan khianat.


Ketiga, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan perilaku kooperatif, dengan membangun kerjasama antara petugas pertanahan dengan masyarakat.


Keempat, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan nilai luhur yang dianut oleh aparat pertanahan dan masyarakat, dengan menerapkan kejujuran, kerjasama, dan sifat bijaksana.


Kelima, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan nilai keadilan, dengan menerapkan prinsip perilaku yang sama, dan peniadaan kesewenang-wenangan terhadap masyarakat.


Keenam, penerapan prinsip pertanahan membutuhkan profesionalisme aparat pertanahan, berupa penguasaan teknik keterampilan secara intelek (berpengetahuan).


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...

...