Minggu, 13 April 2008

MEMAHAMI PENGADAAN TANAH

Ketika Bangsa Indonesia meningkat aktivitasnya, maka meningkat pulalah kebutuhannya terhadap persediaan tanah. Akibatnya diperlukan penyediaan tanah atau pengadaan tanah, untuk memenuhi kebutuhan pihak swasta dan pemerintah. Pada saat pengadaan tanah diperuntukkan untuk melayani kebutuhan pemerintah, maka ia digunakan untuk memenuhi pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum. Saat itulah digunakan Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2006 dan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005.
Kedua peraturan presiden ini urgen, terutama untuk memenuhi kebutuhan Pemerintah dalam membangun infrastruktur di negeri ini. Upaya membangun infrastruktur antara lain dilaksanakan dengan melibatkan pihak swasta/investor dalam dan luar negeri, melalui Indonesia Infrastructure Summit 2005 pada tanggal 17 - 18 Januari 2005. Pertemuan kemudian dilanjutkan dengan penandatangan Declaration of Action oleh wakil Pemerintah Indonesia, World Bank, Asian Development Bank, dan Kamar Dagang dan Industri Indonesia.
Ada itikad baik dibalik terbitnya Peratuan Presiden Nomor 36 Tahun 2005, yaitu: (1) sebagai antisipasi kebutuhan persediaan tanah yang cepat dan transparan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum; dan (2) karena peraturan sebelumnya (Keputusan Presiden Nomor 55 tahun 1993) dipandang tidak memadai lagi untuk mengakomodir dinamika kekinian kebutuhan terhadap persediaan tanah.
Oleh karena itu, langkah penting yang harus dilakukan adalah dengan memasukkan substansi tertentu secara kuat (mengakar) dalam Peraturan Presiden Nomor 36 tahun 2005. Substansi tersebut meliputi keadilan dan kepastian hukum yang berbasis pada penghormatan terhadap hak-hak yang sah atas tanah. Dengan demikian Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 layak disebut sebagai terobosan hukum.
Peraturan presiden ini telah melakukan terobosan, dalam hal upaya mengatasi berbagai kendala pengadaan tanah. Berkaitan dengan prosedur, peraturan presiden ini telah memperkenalkan perusahaan penilai (appraisal) yang secara independen akan menetapkan harga tanah, yang selanjutnya akan digunakan sebagai acuan oleh Panitia Pengadaan Tanah. Sementara itu berkaitan dengan waktu, peraturan presiden ini telah memperkenalkan pembatasan waktu (90 hari) dan konsepsi konsinyasi (penitipan uang di Pengadilan Negeri setempat); sehingga perpaduan antara kinerja perusahaan penilai, batasan waktu, dan konsepsi konsinyasi akan dapat menghindarkan berlarut-larutnya pengadaan tanah, yang sekaligus untuk menghindari pencabutan hak atas tanah sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 20 tahun 1961.
Inilah itikad baik yang harus diperhatikan oleh banyak pihak, ketika memahami pengadaan tanah. Sudah saatnya dibangun sinergi antar komponen bangsa, dalam rangka pembangunan infrastruktur. Saatnya pula menumbuhkan saling percaya semua pihak, dengan mengikis habis pandangan sinis, curiga dan menghakimi berlebihan, pada upaya yang sedang dilakukan. InsyaAllah semua ini diridhai Allah SWT.