Sabtu, 30 Juni 2012

BEBAN PETANI (MASYARAKAT) MISKIN


Sesuai dengan tupoksi (tugas pokok dan fungsi), Kantor Pertanahan berupaya mensejahterakan masyarakat, termasuk petani miskin. Dengan demikian selain menjadi tugas petani yang bersangkutan, kesejahteraan petani juga menjadi tugas Kantor Pertanahan. Hal ini menunjukkan adanya internalisasi kepentingan pada Kantor Pertanahan, di mana tupoksi dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan dengan menggerakkan semua seksi yang ada di Kantor Pertanahan.

Kesejahteraan petani miskin, sebenarnya bukan hanya tugas Kantor Pertanahan, melainkan juga merupakan tugas instansi-instansi lain, baik di pusat, provinsi, maupun kabupaten. Selain itu ada pengusaha, yang juga berkepentingan untuk mensejahterakan petani miskin, sebagai tanggungjawab sosialnya, atau biasa dikenal dengan istilah CSR (Corporate Social Responsibility). Perlu diketahui pula, bahwa tugas mensejahterakan petani miskin merupakan tugas masyarakat, bahkan merupakan tugas petaninya itu sendiri.

Kantor Pertanahan berupaya melayani masyarakat, baik yang miskin maupun yang sejahtera. Sementara itu, khusus bagi yang miskin (ekonomi lemah) disediakan pelayanan sertipikasi hak atas tanah yang spesial, seperti PRONA (Proyek Operasi Nasional Agraria) dan PRODA (Proyek Operasi Daerah Agraria).

Sebagaimana diketahui petani miskin membutuhkan modal untuk usahanya, maka sertipikasi hak atas tanah merupakan salah satu jawaban atas kebutuhan tersebut. Dengan adanya sertipikat hak atas tanah, maka petani miskin dapat memperoleh tambahan modal bagi usahanya. Petani miskin dapat menjadikan tanahnya sebagai agunan, di mana sertipikat merupakan salah satu syarat dari pihak bank, agar yang bersangkutan dapat memperoleh kredit.

Persoalan menjadi sulit untuk diatasi, ketika ternyata petani miskin ada yang tidak mempunyai tanah. Bagi mereka ini solusinya tidak dapat dengan sertipikasi hak atas tanah, melainkan dengan program redistribusi tanah.

Sementara itu, bantuan bagi petani miskin perlu memperhatikan adanya struktur sosial yang memiliki lapisan, sebagai berikut: Pertama, lapisan atas yang terdiri dari petani kaya, dan para pengusaha. Lapisan inilah yang paling banyak menguasai sumberdaya alam, termasuk tanah; Kedua, lapisan menengah yang terdiri dari pamong desa, dan karyawan. Lapisan ini seringkali berperan sebagai pendukung lapisan atas. Ketiga, lapisan bawah yang terdiri dari buruh dan buruh tani. Lapisan ini yang paling mengalami banyak kendala dalam mengakses semberdaya alam (tanah).

Struktur sosial ini tidak menguntungkan bagi petani miskin, karena penguasaan sumberdaya alam terbanyak dipegang oleh lapisan atas. Ironinya, lapisan bawah tidak mendapat perhatian yang cukup dari negara/pemerintah, padahal mereka (lapisan bawah) tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk ”merebut” sumberdaya alam.

Kondisi inilah yang menjadikan lapisan bawah, yang terdiri dari buruh dan buruh tani, akan tetap miskin dan sulit sejahtera. Lapisan bawah berada pada posisi sulit, karena tidak ada pihak yang membantu lapisan ini untuk meningkatkan kemampuan, dan tidak ada pihak yang membantu mereka mendapat kuasa atas sumberdaya alam (tanah).

Oleh karena itu, bagi lapis terbawah yang memiliki tanah (walaupun relatif sempit), Kantor Pertanahan menyediakan pelayanan sertipikasi hak atas tanah secara khusus, seperti PRONA dan PRODA. Meskipun demikian, kegiatan yang digelar oleh Kantor Pertanahan ini seringkali dianggap membebani masyarakat, karena adanya pungutan yang dilakukan pemerintah desa berdasarkan keputusan dan peraturan daerah setempat, misalnya pologoro.

Dalam kondisi masyarakat yang serba sulit ini, beban masyarakat ditambah lagi dengan penerapan pajak oleh Pemerintah Kabupaten, yang memberatkan masyarakat. Penerapan pajak yang memberatkan ini dilakukan dengan cara, sebagai berikut:

Pertama, ketika ada jual beli, Pemerintah Kabupaten mengakui, bahwa harga adalah kesepakatan antara penjual dengan pembeli, sebagaimana yang tertuang di akta jual beli.

Kedua, tetapi Pemerintah Kabupaten berketetapan, bahwa angka yang tertera di akta akan diabaikan.

Ketiga, untuk itu, akan ada Tim yang memeriksa ke lapangan, untuk mendapat angka yang sebenarnya, sehingga pajak yang ditarik dari masyarakat dapat bertambah.

Kebijakan Pemerintah Kabupaten ini sesungguhnya merupakan kebijakan yang tidak mengakui harga yang tertuang dalam akta, padahal akta merupakan bukti tertulis, di mana penetapan pajak seharusnya berdasarkan bukti tertulis yang menyebut harga tertentu.

Selamat merenungkan, dan semoga Allah SWT meridhai ikhtiar mewujudkan tanah untuk rakyat...

...

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Kenapa petani Indonesia miskin? lihat video berikut:
http://www.youtube.com/watch?v=S7eQ_U9An5g&list=PL471AB2195020A830