Kepercayaan masyarakat terhadap kantor pertanahan sesungguhnya merupakan
hasil dari relasi timbal balik antara keduanya. Masyarakat percaya kepada
kantor pertanahan, sepanjang kantor pertanahan dapat melaksanakan
”Empat Prinsip Pertanahan” dengan baik. Sebaliknya, kantor
pertanahan juga percaya kepada masyarakat, bahwa mereka akan merespon dengan
baik, sepanjang kantor pertanahan dapat melaksanakan ”Empat Prinsip Pertanahan”
dengan baik. Inilah fenomena saling percaya yang dibangun oleh masyarakat dan
kantor pertanahan.
”Empat Prinsip Pertanahan” yang oleh kantor pertanahan diwujudkan dalam
bentuk peningkatan kesejahteraan, mewujudkan keadilan, menjamin keberlanjutan,
dan pencegahan konflik, sesungguhnya tidaklah berada di ”ruang hampa”,
melainkan berada di lokasi tertentu dan pada waktu tertentu. Oleh karena itu,
situasi dan kondisi juga mempengaruhi pelaksanaan ”Empat Prinsip Pertanahan”
oleh kantor pertanahan. Sebagai contoh, ketika situasi dan kondisi yang ada di suatu
kabupaten/kota memperlihatkan adanya perhatian yang tinggi dari Pemerintah
Provinsi terhadap masyarakat di kabupaten/kota ini, maka terwujudlah pelakanaan
PRONA atas bantuan (subsidi) Pemerintah Provinsi.
Berdasarkan situasi dan kondisi yang ada, pelaksanaan ”Empat Prinsip
Pertanahan” oleh kantor pertanahan, memperlihatkan adanya prioritas dalam
pelaksanaan. Masing-masing prinsip dari ”Empat Prinsip Pertanahan” berpeluang
untuk menjadi prioritas dalam pelaksanaan, namun pada akhirnya berdasarkan
situasi dan kondisi akan muncul urutan prioritas. Contoh, pada pelaksanaan
”Empat Prinsip Pertanahan” di suatu kabupaten/kota, dapat saja urutan prioritas
yang muncul sesuai atau tidak sesuai dengan urutan pada ”Empat Prinsip
Pertanahan”, di mana pada prioritas pertama adalah Prinsip Pertama, prioritas
kedua adalah Prinip Kedua, prioritas ketiga adalah Prinsip Ketiga, dan
prioritas keempat adalah Prinsip Keempat.
Masih dalam konteks kepercayaan, diketahui ada kaitan antara kepercayaan
masyarakat terhadap kantor pertanahan dengan kepercayaan masyarakat terhadap
pensertipikatan tanah. Kaitan ini memperlihatkan adanya konstruksi kepercayaan
sebagai berikut: Pertama,
kepercayaan masyarakat terhadap pensertipikatan tanah muncul, karena: (1)
proses penerbitan sertipikat tanah dilaksanakan dengan memenuhi semangat
keteraturan yang bijaksana, (2) biaya pensertipikatan tanah ditetapkan secara
jujur dan adil, dan (3) waktu yang dibutuhkan dalam pensertipikatan tanah
ditetapkan dengan tepat dengan mengacu pada semangat kooperatif dan profesional
pelaksana tugas (aparat kantor pertanahan);
Kedua, pensertipikatan tanah yang dilaksanakan
oleh kantor pertanahan, pada akhirnya menimbulkan kepercayaan masyarakat
terhadap kantor pertanahan, karena: (1) pensertipikatan tanah merupakan cara
untuk membuka akses permodalan, yang pada akhirnya akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat; (2) pensertipikatan tanah merupakan cara untuk
memberi perlakuan diskriminatif kepada masyarakat yang tidak mampu, sebagai
upaya mewujudkan keadilan; (3) pensertipikatan tanah merupakan cara untuk
memberi kesempatan pada masyarakat dalam mengakses pengelolaan, yang akan
menjamin adanya keberlanjutan pengelolaan tanah; dan (4) pensertipikatan tanah
merupakan cara untuk penguatan asset masyarakat yang berupa tanah, yang
sekaligus akan mendukung upaya pencegahan konflik.
Dengan demikian kepercayaan masyarakat terhadap kantor pertanahan
dikonstruksi bila telah diterapkan prinsip pertanahan, yang antara lain keteraturan,
kejujuran, perilaku kooperatif, nilai luhur, nilai keadilan, dan
profesionalisme.
Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar