Senin, 09 Juli 2012

MENGHORMATI SEJARAH


Sehubungan dengan masih adanya kesulitan masyarakat, petani, dan petani miskin; maka dibutuhkan ketegaran Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tupoksinya, yang meliputi usaha mensejahtarakan, membangun harmoni sosial, mereduksi konflik, dan berbagai upaya berkelanjutan lainnya. Semangat ini dibutuhkan, karena pada dasarnya tetap terbuka peluang mengikhtiarkan kesejahteraan petani miskin.

Namun demikian Kantor Pertanahan juga harus memperhitungkan struktur masyarakat dan lingkungannya (ekonomi, sosial, politik, dan budaya). Sebagaimana diketahui ruang pengabdian Kantor Pertanahan merupakan dunia nyata, yang terdiri dari dari hal-hal yang kasat indera (common sense), maupun yang tidak kasat indera (scientific reality). Antara kedua kenyataan ini (common sense dan scientific reality) terdapat relasi yang kuat, terutama dalam membangun ruang pengabdian kantor pertanahan.

Telah diketahui, bahwa kepala dan staf Kantor Pertanahan merupakan elemen Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang bekerja secara rasional. Hal ini menjadikan mereka terdorong untuk memanfaatkan segenap potensi dan pengalaman kantor pertanahan dalam mensejahterakan petani miskin.

Melalui kegiatan pertanahan yang nyata, segenap elemen ini menjadikan peserta atau pihak-pihak yang terlibat nampak manusiawi melalui aktivitas yang nyata, misalnya petani miskin yang responsif terhadap kegiatan PRODA. Saat itulah kepala dan staf Kantor Pertanahan berkontribusi bagi masyarakat, petani, dan petani miskin, yang mewujud dalam aktivitas pertanahan yang melibatkan masyarakat.

Masyarakat yang dilayani oleh Kantor Pertanahan merupakan realitas struktural, yang terkondisi melalui sejarah sosial. Kepala dan staf Kantor Pertanahan hendaknya mengerti, bahwa masyarakat bebas menginterpretasikan kegiatan pertanahan yang dilenggarakan oleh Kantor Pertanahan, di mana interpretasi ini dapat berdampak pada kesediaan masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan pertanahan, atau tidak bersedia berpasrtisipasi dalam kegiatan pertanahan.

Hal yang terkadang menghalangi pelaksanaan tugas Kantor Pertanahan dalam membangun harmoni sosial, adalah kondisi masyarakat yang timpang. Suatu masyarakat disebut timpang, apabila terdapat perbedaan yang sangat mencolok antara yang satu dengan yang lainnya dalam hal kekayaan, kekuatan dan status. Sebagai makhluk obyektif, maka sulit menciptakan harmoni sosial, apabila ada bagian masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil, karena hanya memperoleh sedikit kekayaan, kekuatan, dan status.

Perbaikan struktur masyarakat dan pengurangan ketimpangan yang ada di masyarakat menuntut Kepala dan staf Kantor Pertanahan untuk memperhatikan sejarah terbentuknya struktur masyarakat, dan ketimpangan yang terjadi. Sejarah memiliki manfaat yang besar dalam konteks ilmu pengetahuan, dan berpeluang membantu Kepala dan staf Kantor Pertanahan dalam mengungkap perubahan yang terjadi di masyarakat, serta cara mensiasatinya. Sebagaimana diketahui lembaga, organisasi, dan kelas yang ada di masyarakat tidak dapat difahami secara terpisah, karena secara struktural merupakan satu kesatuan yang saling terkait.

Berdasarkan penghormatan pada sejarah, maka kepala dan staf Kantor Pertanahan memahami perubahan yang dinamis di masyarakat, termasuk yang berkaitan dengan peluang terjadinya konflik. Selain itu juga lebih mudah difahami adanya kenyataan, bahwa gejala sosial lebih banyak berupa kasus-kasus pertanahan yang ada di masyarakat, dan dampak dari adanya kasus-kasus tersebut.

Kasus-kasus ini bergerak dalam ranah logika dialektika, sehingga upaya pencegahan dan penanganannya juga harus berada pada ranah ini. Oleh karena itu, kepala dan staf Kantor Pertanahan tidak boleh menganggap kasus-kasus pertanahan yang ditanganinya sebagai kasus-kasus yang bebas nilai. Sebaliknya, mereka harus berupaya agar kasus-kasus diselesaikan dalam kerangka nilai yang adil dan bermartabat.

Selamat merenungkan, dan semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Tidak ada komentar: