Sehubungan dengan
masih adanya kesulitan masyarakat, petani, dan petani miskin; maka dibutuhkan
ketegaran Kantor Pertanahan dalam melaksanakan tupoksinya, yang meliputi usaha
mensejahtarakan, membangun harmoni sosial, mereduksi konflik, dan berbagai
upaya berkelanjutan lainnya. Semangat ini dibutuhkan, karena pada dasarnya
tetap terbuka peluang mengikhtiarkan kesejahteraan petani miskin.
Namun demikian
Kantor Pertanahan juga harus memperhitungkan struktur masyarakat dan
lingkungannya (ekonomi, sosial, politik, dan budaya). Sebagaimana diketahui ruang
pengabdian Kantor Pertanahan merupakan dunia nyata, yang terdiri dari dari
hal-hal yang kasat indera (common sense),
maupun yang tidak kasat indera (scientific
reality). Antara kedua kenyataan ini (common sense dan scientific reality) terdapat relasi yang kuat, terutama dalam
membangun ruang pengabdian kantor pertanahan.
Telah diketahui, bahwa kepala dan staf Kantor
Pertanahan merupakan elemen Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia yang
bekerja secara rasional. Hal ini menjadikan mereka terdorong untuk memanfaatkan
segenap potensi dan pengalaman kantor pertanahan dalam mensejahterakan petani
miskin.
Melalui kegiatan pertanahan yang nyata,
segenap elemen ini menjadikan peserta atau pihak-pihak yang terlibat nampak manusiawi
melalui aktivitas yang nyata, misalnya petani miskin yang responsif terhadap
kegiatan PRODA. Saat itulah kepala dan staf Kantor Pertanahan berkontribusi
bagi masyarakat, petani, dan petani miskin, yang mewujud dalam aktivitas
pertanahan yang melibatkan masyarakat.
Masyarakat yang dilayani oleh Kantor
Pertanahan merupakan realitas struktural, yang terkondisi melalui sejarah
sosial. Kepala dan staf Kantor Pertanahan hendaknya mengerti, bahwa masyarakat
bebas menginterpretasikan kegiatan pertanahan yang dilenggarakan oleh Kantor
Pertanahan, di mana interpretasi ini dapat berdampak pada kesediaan masyarakat
berpartisipasi dalam kegiatan pertanahan, atau tidak bersedia berpasrtisipasi
dalam kegiatan pertanahan.
Hal yang terkadang menghalangi pelaksanaan
tugas Kantor Pertanahan dalam membangun harmoni sosial, adalah kondisi
masyarakat yang timpang. Suatu
masyarakat disebut timpang, apabila terdapat perbedaan yang sangat mencolok
antara yang satu dengan yang lainnya dalam hal kekayaan, kekuatan dan status.
Sebagai makhluk obyektif, maka sulit menciptakan harmoni sosial, apabila ada
bagian masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil, karena hanya memperoleh
sedikit kekayaan, kekuatan, dan status.
Perbaikan
struktur masyarakat dan pengurangan ketimpangan yang ada di masyarakat menuntut
Kepala dan staf Kantor Pertanahan untuk memperhatikan sejarah terbentuknya
struktur masyarakat, dan ketimpangan yang terjadi. Sejarah memiliki manfaat
yang besar dalam konteks ilmu pengetahuan, dan berpeluang membantu Kepala dan
staf Kantor Pertanahan dalam mengungkap perubahan yang terjadi di masyarakat,
serta cara mensiasatinya. Sebagaimana diketahui lembaga, organisasi, dan kelas yang
ada di masyarakat tidak dapat difahami secara terpisah, karena secara
struktural merupakan satu kesatuan yang saling terkait.
Berdasarkan penghormatan
pada sejarah, maka kepala dan staf Kantor Pertanahan memahami perubahan yang
dinamis di masyarakat, termasuk yang berkaitan dengan peluang terjadinya
konflik. Selain itu juga lebih mudah difahami adanya kenyataan, bahwa gejala
sosial lebih banyak berupa kasus-kasus pertanahan yang ada di masyarakat, dan
dampak dari adanya kasus-kasus tersebut.
Kasus-kasus ini
bergerak dalam ranah logika dialektika, sehingga upaya pencegahan dan
penanganannya juga harus berada pada ranah ini. Oleh karena itu, kepala dan
staf Kantor Pertanahan tidak boleh menganggap kasus-kasus pertanahan yang
ditanganinya sebagai kasus-kasus yang bebas nilai. Sebaliknya, mereka harus
berupaya agar kasus-kasus diselesaikan dalam kerangka nilai yang adil dan
bermartabat.
Selamat
merenungkan, dan semoga Allah SWT berkenan meridhai...
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar