Sabtu, 19 Mei 2012

MENCEGAH KONFLIK SECARA ADIL


Selain konflik yang terjadi karena keinginan mendapatkan tanah yang masih dikuasai pihak lain, konlik juga berpeluang terjadi disebabkan hal-hal yang  berhubungan dengan sosial-ekonomi. Sementara itu diketahui, bahwa kemampuan masyarakat mengembangkan potensi sosial-ekonominya, akan menghalangi terjadinya konflik.

Oleh karena itu, kantor pertanahan perlu sungguh-sungguh melakukan penertipikatan hak atas tanah, sebagai salah satu upaya mencegah terjadinya konflik. Telah menjadi pengetahuian umum, bahwa pensertipikatan hak atas tanah akan memberi akses permodalan bagi pemegang hak atas tanah.

Modal ini dapat digunakan oleh masyarakat untuk mewujudkan atau mengembangkan potensi wirausahanya. Secara akumulatif, hal ini akan berdampak pada pengembangan potensi wilayah, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan, dan menekan peluang terjadinya konflik, terutama yang disebabkan oleh faktor sosial-ekonomi.

Kesemua ini memperteguh semangat, bahwa agar dapat dicegah terjadinya konflik, maka kantor pertanahan harus meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pensertipikatan hak atas tanah, khususnya dalam hal mendapatkan modal usaha.

Selain itu, kantor pertanahan juga perlu memperhatikan berbagai potensi wilayah, misal potensi pariwisata, yang di beberapa wilayah kurang optimal dimanfaatkan oleh pemerintah kabupaten/kota. Untuk itu, wilayah yang memiliki potensi wisata membutuhkan kemudahan keterjangkauan (aksesibilitas), yang selama ini juga kurang mendapat perhatian memadai.

Apabila potensi wilayah dikembangkan, kemiskinan akan berkurang, dan konflik akan dapat dicegah dan dikurangi. Perbedaan menyolok antara yang kaya (dari luar kota) dengan yang miskin (penduduk setempat) berpeluang menimbulkan konflik. Perbedaan kondisi antara yang kaya dengan yang miskin ini, selanjutnya menimbulkan perbedaan kepentingan, yang akhirnya menimbulkan konflik.

Contoh pencegahan konflik antara lain upaya yang dilakukan oleh Perum Perhutani terhadap masyarakat di sekitar hutan, yang membentuk LMDH (Lembaga Masyarakat Desa Hutan) di mana masyarakat diberi keleluasaan menggarap tanah Perhutani, sepanjang tidak merusak tanaman hutan. Dalam LMDH ini Kepala Desa berperan sebagai pelindung.

Masyarakat diberi plot areal yang menjadi tanggung-jawabnya, dan berkesempatan untuk menanam tanaman semusim (misal: jagung) di sela-sela tanaman hutan. Masyarakat juga diberi kesempatan menyadap getah pinus, yang hasilnya dibagi, sebagai berikut: 50 % untuk Perhutani, 40 % untuk penggarap, dan 10 % untuk LMDH.

Dengan memperhatikan fakta lapangan yang berkaitan dengan upaya mencegah atau mengurangi sengketa dan konflik pertanahan, diketahui bahwa sebagaimana penerapan prinsip pertanahan, maka upaya mencegah atau mengurangi sengketa dan konflik pertanahan membutuhkan keteraturan, kejujuran, perilaku kooperatif, nilai luhur, nilai keadilan, dan profesionalisme.

Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan meridhai...

...

Tidak ada komentar: