Sebagaimana
diketahui Prinsip Pertama, dari “Empat Prinsip Pertanahan”, adalah: “Pertanahan
harus berkontribusi secara nyata untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan
melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat.”
Ada dua kata
kunci utama yang terdapat pada prinsip ini yang sesungguhnya identik,
yaitu: kesejahteraan dan kemakmuran,
yang berkaitan dengan suatu kondisi ketika seseorang, atau suatu masyarakat
memiliki sesuatu yang bernilai tinggi.
Ketika tanah
difahami sebagai sesuatu yang berpeluang memperoleh nilai sosial, ekonomi,
politik, dan budaya yang tinggi, maka kepemilikan atas tanah merupakan langkah
awal dalam menapaki anak-anak tangga kesejahteraan atau kemakmuran.
Oleh karena telah
difahami, bahwa instrumen pemberi kontribusi bagi kesejahteraan adalah
penggunaan dan pemanfaatan tanah, maka peluang bagi masyarakat untuk
menggunakan dan memanfaatkan tanah merupakan langkah penting menuju ”area”
kesejahteraan atau kemakmuran. Dengan demikian sudah selayaknya masyarakat
mendapat peluang optimal untuk dapat memiliki, menguasai, menggunakan, dan
memanfaatkan tanah.
Ketika secara
historis telah diketahui kepemilikan seorang anggota masyarakat terhadap
sebidang tanah, maka pengelola pertanahan wajib memberi kontribusi, yang berupa
penguatan status kepemilikan. Saat itulah terjadi tranformasi dan perluasan
status kepemilikan atas sebidang tanah, dari status historis dan sosial menjadi
dan meliputi status hukum (yuridis).
Prinsip Pertama
dari Empat Prinsip Pertanahan ini dapat dimaknai oleh kantor pertanahan sebagai
keharusan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ukurannya secara
kuantitatif adalah menurunnya angka kemiskinan, dan secara kualitatif adalah
ketika keluarga-keluarga di wilayah kerja kantor pertanahan dapat memenuhi
kebutuhannya, terutama: (1) pangan atau bahan makanan, (2) sandang atau
pakaian, (3) papan atau tempat tinggal, dan (4) biaya pendidikan anak.
Upaya yang
dilakukan oleh kantor pertanahan, antara lain berupa pensertipikatan tanah, yang
dapat membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat, melalui terbukanya akses
permodalan dengan menjadikan sertipikat tanah sebagai agunan. Modal yang
didapat, selanjutnya digunakan untuk melakukan usaha (pertanian atau non
pertanian), untuk meningkatkan pendapatan, yang pada akhirnya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Kesejahteraan
masyarakat tidaklah selalu berkaitan dengan uang, meskipun disadari bahwa
segala sesuatu memerlukan uang. Kesejahteraan masyarakat dapat pula dikaitkan
dengan suatu kondisi ketika masyarakat mengalami kemajuan dalam tatanan sosial,
hukum, budaya, dan politik. Ketika tertib sosial terbangun melalui ketepatan
status kepemilikan, di mana masing-masing anggota masyarakat terdorong untuk
saling menghormati atas kepemilikan masing-masing anggota masyarakat atas
tanah, maka saat itu dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Demikian pula,
ketika tertib hukum terbangun melalui ketepatan status kepemilikan, di mana
masing-masing anggota masyarakat mengetahui tentang hak dan kewajibannya
sebagai pemegang hak atas tanah, maupun sebagai pihak lain, maka saat itu
dapatlah dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Hal yang sama
juga terjadi, ketika tertib budaya terbangun melalui ketepatan status
kepemilikan, di mana terjadi penguatan tradisi dalam masyarakat untuk
bersama-sama saling menjaga kepemilikan atas tanah, maka saat itu dapatlah
dikatakan telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Tidak luput pula
suatu kondisi, ketika tertib politik terbangun melalui ketepatan status
kepemilikan, di mana masyarakat memberi ruang aspirasi yang memadai bagi
pemegang hak atas tanah, terutama bila akan diputuskan suatu kebijakan yang
berhubungan dengan kepemilikan atas tanah, maka saat itu dapatlah dikatakan
telah terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selain itu, juga
terbuka pandangan yang lain tentang peningkatan kesejahteraan, yang
berpandangan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan, kantor pertanahan harus
lebih gencar melaksanakan pensertipikatan tanah berbiaya murah, misal: PRONA
atau yang semacam itu.
Bila tanah
telah bersertipikat, maka masyarakat berpeluang mendapatkan kredit dari bank
untuk modal usaha, baik pertanian maupun non pertanian. Modal yang cukup, akan
memberi sekala usaha yang cukup, yang pada gilirannya akan menciptakan usaha
yang menguntungkan.
Keuntungan
ini menjadi pendapatan masyarakat, yang berkaitan erat dengan kesejahteraan
masyarakat. Jika ada perubahan dalam akses permodalan, termasuk jika ada
perubahan modal (semakin besar), dan sekala usaha (semakin besar), maka
keuntungan atau pendapatan masyarakat juga berubah (semakin besar). Perubahan
ini menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Selamat merenungkan, semoga Allah SWT berkenan
meridhai...
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar