Sabtu, 03 Maret 2012

MEMBEDAH PENDAFTARAN TANAH

Berkaitan dengan pendaftaran tanah, banyak teori yang dapat diajukan sebagai ”pisau bedah” bagi fenomena yang ada dalam pendaftaran tanah. Sebagai contoh, pendaftaran tanah terlebih dahulu dapat dibedah dengan memilih salah satu dari tiga paradigma sosiologis, yang masing-masing memiliki teori-teorinya sendiri.


Apabila pendaftaran tanah dibedah dengan menggunakan Paradigma Fakta Sosial, maka fenomena yang ada dapat dibedah dengan menggunakan salah satu dari teori berikut ini, yaitu: Teori Fungsional Struktural, Teori Konflik, Teori Sistem, dan Teori Sosiologi Makro.


Selanjutnya, apabila pendaftaran tanah dibedah dengan menggunakan Paradigma Definisi Sosial, maka fenomena yang ada dapat dibedah dengan menggunakan salah satu dari teori berikut ini, yaitu: Teori Aksi, Teori Interaksionisme Simbolik, dan Teori Fenomenologi.


Sementara itu, apabila pendaftaran tanah dibedah dengan menggunakan Paradigma Perilaku Sosial, maka fenomena yang ada dapat dibedah dengan menggunakan salah satu dari teori berikut ini, yaitu: Teori Perilaku, dan Teori Pertukaran.


Sesungguhnya tidak ada satupun dari teori-teori tersebut yang terisolasi dalam ranah tersendiri, tanpa bersinggungan satu dengan yang lain. Oleh karena itu, pilihan untuk membebaskan diri dari kungkungan teorisasi yang paradigmatis dapatlah dimengerti.


Salah satu tokoh yang nampak berhasil melepaskan diri dari kungkungan teorisasi yang paradigmatis adalah Anthony Giddens. Oleh karena itu, apabila pendaftaran tanah ingin difahami dengan cara Anthony Gidden (1991), maka dapat digunakan pendapatnya, sebagai berikut:


Pertama, struktur sosial ditandai oleh peran manusia dan peraturan perundang-undangan yang melingkupinya. Dalam konteks pendaftaran tanah, maka dapatlah dikatakan, bahwa struktur pertanahan yang ada di Indonesia saat ini merupakan cermin struktur sosial dan cermin kualitas peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia.


Kedua, struktur sosial berperan dan menjadi sumber keterlibatan tindakan manusia. Dalam konteks pendaftaran tanah, maka dapatlah dikatakan, bahwa orang-orang dari struktur sosial tertentu akan berada pada posisi tertentu dalam struktur pertanahan. Contoh, orang-orang yang berada pada posisi elit dalam struktur sosial, besar kemungkinan akan berada pada posisi elit pula dalam struktur pertanahan.


Ketiga, peraturan perundang-undangan menghalangi suatu tindakan, dan sekaligus menjadi sumber bagi berbagai kemungkinan. Dalam konteks pendaftaran tanah, maka dapatlah dikatakan, bahwa peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia telah menghalangi orang-orang yang berada pada lapisan bawah dalam struktur sosial, untuk berada pada bagian atas struktur pertanahan. Oleh karena itu, hal yang mungkin dilakukan untuk mengatasi kondisi ini adalah melalui perombakan struktur pertanahan.


Selamat merenungkan, semoga Allah SWT meridhai...


1 komentar:

LandHeart mengatakan...

Untuk pelayanan di Kantah sebaiknya teori mana yg paling pas mas?