Jumat, 03 Februari 2012

MEMBANGUN KEPERCAYAAN MASYARAKAT

Salah satu respon masyarakat yang berpeluang terjadi adalah kepercayaan, khususnya kepercayaan masyarakat terhadap kantor pertanahan. Kepercayaan (trust), adalah percaya bahwa seseorang itu baik dan jujur, serta tidak akan menciderai atau menyakiti. Kepercayaan juga berarti, bahwa seseorang percaya terhadap orang lain yang dapat dipercaya (lihat Walter, 2004).


Dalam konteks pertanahan, kepercayaan masyarakat merupakan sesuatu yang penting bagi kantor pertanahan. Hal ini disebabkan, salah satu agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, adalah membangun kepercayaan masyarakat. Selain itu, Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia juga mencanangkan “Empat Prinsip Pertanahan”, yang tentu merupakan bagian dari “skenario” membangun kepercayaan masyarakat.


Namun kepercayaan itu tetaplah berpulang tidak didapat dari masyarakat, karena demikianlah sikap masyarakat bagi kinerja kantor pertanahan. Dengan kata lain, pada satu sisi kantor pertanahan berharap adanya kepercayaan masyarakat, namun pada sisi yang lain masyarakat tidak percaya kepada kantor pertanahan.


Sebagaimana diketahui, pada umumnya kepercayaan masyarakat terhadap pensertipikatan tanah dapat muncul dan tumbuh berkembang, apabila dalam proses, waktu, dan biaya pensertipikatan tanah dikonstruksi:


Pertama, keteraturan, dengan menerapkan peraturan perundangan pensertipikatan tanah secara tertib. Kedua, kejujuran, dengan mencegah kebohongan dan khianat. Ketiga, perilaku kooperatif, dengan membangun kerjasama antara petugas pertanahan dengan masyarakat. Keempat, nilai luhur, dengan menerapkan kejujuran, kerjasama, dan sifat bijaksana. Kelima, nilai keadilan, dengan menerapkan prinsip perilaku yang sama, dan peniadaan kesewenang-wenangan. Keenam, profesionalisme, berupa penguasaan teknik keterampilan secara intelek (berpengetahuan).


Sementara itu, konstruksi kepercayaan masyarakat terhadap kantor pertanahan dikonstruksi melalui: Pertama, kontribusi pertanahan dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan melahirkan sumber-sumber baru kemakmuran rakyat; Kedua, kontribusi pertanahan dalam meningkatkan tatanan kehidupan bersama yang lebih berkeadilan dalam kaitannya dengan pemanfaatan, penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah; Ketiga, kontribusi pertanahan dalam menjamin keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan Indonesia dengan memberikan akses seluas-luasnya pada generasi akan datang pada sumber-sumber ekonomi masyarakat, terutama tanah; Keempat, kontribusi pertanahan dalam menciptakan tatanan kehidupan bersama secara harmonis dengan mengatasi berbagai sengketa dan konflik pertanahan di seluruh tanah air, dan menata sistem pengelolaan yang tidak lagi melahirkan sengketa dan konflik di kemudian hari.


Selanjutnya untuk menguji, manfaat kinerja kantor pertanahan bagi masyarakat, perlu digunakan empat pertanyaan Henry Bernstein dalam ”Class Dynamic of Agrarian Change” (2010). Sehubungan dengan kinerja kantor pertanahan, maka pertanyaanya: Pertama, siapa memiliki apa atau who owns what? Kedua, siapa melakukan apa atau who does what? Ketiga, siapa mendapatkan apa atau who gets what? Keempat, apa yang mereka lakukan dari yang mereka dapatkan atau what do they do with it?


Bagi kantor pertanahan kabupaten yang mengelola tanah di wilayah pedesaan dan pertanian, seharusnya keempat pertanyaan tersebut dijawab, sebagai berikut: Pertama, kelompok elit memiliki tanah yang sangat luas. Kedua, pemerintah melakukan usaha, yang antara lain berupa pengambil-alihan tanah milik kelompok elit, dengan diberi ganti rugi yang layak, untuk kemudian diberikan kepada penggarap. Ketiga, penggarap mendapatkan tanah. Keempat, penggarap dapat mensejahterakan keluarganya.


Selamat merenungkan…

Tidak ada komentar: