Minggu, 13 Maret 2011

TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL

Ketika pengelolaan pertanahan diobservasi dengan menggunakan Teori Fungsional Struktural dari Talcott Parsons (1902-1979), maka diketahui, bahwa: Pertama, masyarakat memiliki suatu sistem sosial yang terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam keseimbangan. Oleh karena itu, kebijakan pertanahan yang awalnya menyentuh salah satu elemen masyarakat akan mempengaruhi elemen lainnya.


Contoh fasilitas yang diberikan kepada para pengusaha dalam memperoleh tanah, akan mempengaruhi elemen masyarakat lainnya, yaitu petani. Para petani akan kalah dalam berkompetisi memperebutkan tanah, sehingga merusak kesejahteraan yang mereka bangun dengan susah payah.


Kedua, perubahan yang terjadi pada satu bagian akan membawa perubahan pula terhadap bagian yang lain. Contoh semakin luasnya tanah-tanah yang dikuasai oleh para pengusaha, akan mempersempit tanah-tanah yang dikuasai oleh para petani. Akibatnya tanah tak dapat lagi mendukung kesejahteraan petani, bahkan ada kesan tak adil yang dirasakan oleh petani dalam konteks penguasaan tanah.


Asumsi dasarnya adalah, bahwa setiap struktur dalam sistem sosial bersifat fungsional terhadap yang lain. Berdasarkan asumsi ini, maka diketahui bahwa para pengusaha merupakan strata yang fungsional, yaitu strata yang memiliki peluang berfungsi menindas para petani dengan kemampuan finansialnya. Demikian pula halnya dengan para petani, yang merupakan strata yang fungsional, yaitu strata yang memiliki peluang berfungsi ditindas oleh para pengusaha dengan menggunakan kemampuan finansial.


Teori Fungsional Struktural dikembangkan oleh Talcott Parsons (1902-1979) setelah ia memperhatikan dengan seksama pandangan Vilfredo Pareto (1848-1923) dalam “The Structure of Social Action” (1937). Dalam buku tersebut Pareto menyatakan, bahwa masyarakat merupakan suatu sistem yang berada dalam keseimbangan, dan merupakan satu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang saling tergantung. Perubahan satu bagian dapat menyebabkan perubahan pada bagian lainnya dari sistem tersebut.


Solusi bagi para petani dalam berkompetisi dengan para pengusaha, adalah dengan menegakkan keadilan dalam pengelolaan pertanahan. Perlu tekanan bagi kekuatan finansial para penguasaha, melalui kebijakan yang membuat kekuatan finansial menjadi tak berarti. Misalnya dengan membatasi luas penguasaan tanah, serta penertiban dan penindakan atas tanah-tanah yang diterlantarkan oleh para pengusaha.


Solusi ini, pada akhirnya menuntut perlunya pembatasan luas tanah yang berstatus HGU (Hak Guna Usaha). Bukan saatnya lagi, membiarkan para pengusaha menguasai tanah berstatus HGU dengan luas jutaan hektar. Kinilah saatnya luasan itu dibatasi, agar sebagian tanah eks HGU tersebut dapat dikuasai oleh petani. Dengan demikian, barulah petani berpeluang memiliki tanah yang memadai.


Ketika petani memiliki tanah yang memadai, maka saat itulah tanah dapat berkontribusi bagi kesejahteraan petani, memperlihatkan keadilan, menimbulkan harmoni sosial, dan mendukung terwujudnya keberlanjutan sistem.


Semoga Allah SWT berkenan…

Tidak ada komentar: