Minggu, 01 Februari 2009

REFORMASI PEMILIKAN TANAH

Reforma agraria terdiri dari: Pertama, penguatan asset, melelui reformasi pemilikan dan penguasaan tanah. Kedua, pemberian akses pada masyarakat, melalui reformasi penggunaan dan pemanfaatan tanah.
Dengan demikian, sebagai bagian dari reforma agraria, maka reformasi pemilikan tanah memiliki arti strategis bagi pemberdayaan dan pensejahteraan masyarakat, melalui pengelolaan sumberdaya agraria (tanah). Ada empat alasan, yang menunjukkan arti strategis reformasi pemilikan tanah, yaitu:
Pertama, reformasi pemilikan tanah akan mengubah kondisi ekonomi, karena tanah tidak lagi dimonopoli oleh kelompok atau orang tertentu. Kondisi ekonomi berubah, karena akses terhadap tanah diperoleh oleh lebih banyak orang, sehingga keuntungan ekonomi dapat dirasakan oleh lebih banyak orang.
Kedua, reformasi pemilikan tanah menolak konsepsi "asal berubah". Perubahan tidaklah sebatas penghapusan tuan tanah, dan menggantikannya dengan sistem sewa atau kontrak. Reformasi pemilikan tanah meliputi redistribusi tanah kepada petani tak bertanah.
Ketiga, redistribusi tanah kepada petani tak bertanah, akan memberi manfaat, berupa: (1) Peningkatan martabat petani, yang akan membangkitkan jatidiri dan motivasinya, dalam memacu prestasi dan kinerja di bidang pertanian; (2) Peningkatan distribusi pendapatan pada kalangan yang lebih luas, sehingga dapat meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan memicu peningkatan "putaran" ekonomi di sektor riil.
Keempat, redistribusi tanah kepada petani tak bertanah memerlukan tindakan, yang berupa penyisihan secara proporsional sebagian kawasan hutan dan perkebunan besar. Untuk itu, elemen substansi pengambil-alihan tanah merupakan bagian yang memerlukan pencermatan mendalam, agar tidak terjadi konflik antara petani tak bertanah dengan pengelola kawasan hutan dan perkebunan besar.

Tidak ada komentar: